LORONG PABRIK

Mendengar Dan Memahami, Kunci Dalam Komunikasi

Kamu bisa menunjukkan kamu peduli hanya dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan tanpa menghakimi dan tanpa memberikan nasehat

Undang-undang PPHI Jurang Bagi Kaum Buruh

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan undang-undang No. 2 Tahun 2004 sebagai buah kompromi politik di parlemen sudah pasti saran juga dengan kepentingan politik

Rentenir, Setan Kapitalisme Di Pabrik

Kaum buruh adalah mangsa empuk bagi lintah darat. Upah yang minim dan kebutuhan hidup yang tidak sebanding dengan besaran upah menyebabkan banyak buruh pada akhirnya dengan terpaksa menyerahkan batang lehernya kepada lintah darat

Mengetahui Hak-Hak Normatif Buruh

Hak normatif buruh adalah hak dasar buruh dalam hubungan kerja yang dilindungi dan dijamin dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku

Gerakan Buruh Adalah Perjuangan sejati Menuju Perubahan

Saat ini hanya serikat buruh sejatilah yang tetap konsisten dalam berjuang melawan ketidakadilan. Janji-janji busuk dan kebijakan-kebijakan populis tak mampu membeli idealisme kaum buruh

Wednesday 7 August 2019

Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan: Hantu Di Siang Bolong

Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan

Opini

Oleh Musrianto, S.H.

Akhir-akhir ini, jagad perburuhan di Indonesia dihebohkan dengan isu adanya rencana revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan atau biasa disingkat dengan “Undang-Undang Ketenagakerjan atau UU No. 13 Tahun 2003. Pada dasarnya, isu revisi tersebut bukan kali ini saja ada. Boleh dibilang hampir setiap tahun keinginan untuk merevisi Undang-Undang tersebut kerap dilontarkan oleh kalangan pengusaha, namun kehebohan yang timbul tidak seperti saat ini.

Dalam pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo beberapa waktu yang lalu, kalangan pengusaha yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) meminta kepada Presiden RI untuk melakukan revisi terhadap Undang Undang Ketenagakerjaan. Setidaknya ada 6 (enam) point yang diminta oleh kalangan pengusaha untuk dilakukan revisi, mulai dari pengupahan, pesangon, fleksibelitas jam kerja, serikat pekerja, tenaga kerja asing sampai dengan perihal outsourcing. Sehari setelah itu, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Republik Indonesia, Hanif Dhakiri kemudian merespon hasil pertemuan tersebut dengan menyatakan bahwa pihaknya (Kementerian Tenaga Kerja) telah melakukan kajian untuk merevisi Undang Undang Ketenagakerjaan namun enggan untuk menyebutkan point-point apa saja yang dikaji. 

Tidak berhenti sampai di situ, Hanif pun kembali melakukan kontroversi dengan statement-nya yang menyebut undang undang atau regulasi ketenagakerjaan Indonesia kaku seperti “kanebo kering”. Hal itu disampaikan oleh Hanif pada hari yang sama dimana Presiden yang baru saja pulang dari kunjungan kerja ke KTT Asean ke 34 di Bangkok mengumpulkan para Menteri Kabinet Kerja di Istana Presiden untuk menindaklanjuti permintaan revisi UU Ketenagakerjaan. 

Dengan adanya permintaan untuk merevisi undang undang ketenagakerjaan dan respon aktif dari pemerintah, jelas bagaikan hantu di siang bolong yang terus membayangi kehidupan kaum buruh. Selama ini kaum buruh merasa terus mendapatkan tekanan yang kuat dari kalangan pengusaha, bahkan harapan untuk hidup sejahtera dari hasil kerjanya semakin terasa berat untuk dicapai. Sehingga tidak ada pilihan lain selain dari pada menolak rencana revisi undang undang dimaksud, dengan melakukan unjuk rasa-unjuk rasa.

Dari hal-hal tersebut diatas, timbul pertanyaan, seperti apakah bentuk atau isi naskah resmi dari rencana revisi tersebut, baik yang telah diajukan oleh kalangan pengusaha kepada pemerintah maupun naskah resmi yang tengah dikaji oleh pemerintah, dalam hal ini oleh pihak Kementrian Tenaga Kerja RI sebagaimana diungkapkan oleh Hanif Dhakiri? Sementara sampai saat ini sulit sekali mendapatkan informasi yang valid keberadaan bentuk atau draft revisi yang dimaksud. Pun demikian dalam Rapat Paripurna DPR RI tanggal 25 Juli 2019, dari 17 pengesahan perpanjangan pembahasan RUU tidak ada menyinggung terkait rencana revisi udang-undang ketenagakerjaan. 

Meski demikian belum lama ini Pusat Analisis Dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan HAM R.I Tahun 2018 menerbitkan sebuah naskah mengenai Laporan Akhir Analisis Dan Evaluasi Hukum Terkait Ketenagakerjaan yang isinya menyinggung mengenai usulan revisi Undang-Undang Ketenagarjaan, yaitu:
Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan
Laporan Akhir Analisis Dan Evaluasi Hukum Terkait Ketenagakerjaan yang isinya menyinggung mengenai usulan revisi Undang-Undang KetenagarjaanTahun 2018 Pusat Analisis Dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan HAM R.I

Adapun pada bagian akhir laporan tersebut, Menkumham memberi kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi yang dilakukan terhadap 17 (tujuh belas) peraturan perundang-undangan yang menjadi objek analisis dan evaluasi, maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Sebanyak 1 (satu) Undang-Undang perlu diganti yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang sudah beberapa kali dijudicial review oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini sesuai dengan butir ke 237 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa Jika suatu perubahan Peraturan Perundang-undangan mengakibatkan: a. sistematika Peraturan Perundang-undangan berubah; b. materi Peraturan Perundangundangan berubah lebih dari 50% (lima puluh persen); atau c. esensinya berubah, Peraturan Perundang-undangan yang diubah tersebut lebih baik dicabut dan disusun kembali dalam Peraturan Perundang-undangan yang baru mengenai masalah tersebut.

2. Sebanyak 5 (lima) Undang-Undang perlu diubah , yakni:
  • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
  • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Sebanyak 1 (satu) Peraturan Pemerintah yang perlu dicabut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

Saturday 27 July 2019

3 Video Mengandung Unsur Pornografi Dihapus Menkominfo, YouTuber Kimi Hime Mengadu Ke Presiden

3 Video Dihapus Menkominfo Karena Mengandung Unsur Pornografi, YouTuber Kimi Hime Mengadu Ke Presiden

YouTuber cantik Kimi Hime mendadak tenar pasca penghapusan tiga video di channel YouTube miliknya yang dinilai vulgar dan mengandung unsur pornografi.

Bermula dari adanya laporan Asosiasi Pengawas Penyiaran Indonesia (APPI) terkait konten milik YouTuber bernama lengkap Kimberly Khoe itu ke Komisi I DPR-RI, Kemudian Komisi I menindaklanjuti laporan tersebut ke Kementerian Komunikasi dan Informai (Kominfo) dengan melakukan Rapat Kerja beberapa waktu lalu.

Atas laporan itu, pihak Kominfo telah memanggil Kimi melalui Direct Message (DM) ke akun sosial media dan email untuk memberi penjelasan terkait kasus itu, akan tetapi sampai dengan dilakukan susped, tidak ada respon dari Kimi. Padahal, YouTuber yang rajin mengunggah video live streaming gaming di YouTube tersebut diberi waktu satu pekan untuk memenuhi panggilan Kementerian Kominfo.

Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu menuturkan, awalnya pemerintah tidak melihat adanya pelanggaran terhadap unsur pornografi setelah menerima laporan konten Kimi Hime yang dianggap vulgar. Tetapi ketika Kominfo melakukan profiling lewat tim Ais ditemukan beberapa konten yang dinilai bermuatan unsur dewasa.

"Berdasarkan profiling utuh dari keseluruhan konten (Kimi Hime) oleh tim Ais Kominfo, kami temukan tiga konten YouTube itu suspend," ujar Ferdinandus dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu (24/7/2019)

Ferdinandus juga menyebutkan, dari 467 video Kimi, tiga konten di antaranya yang dinilai melanggar norma kesusilaan sehingga di-suspend.

Selain itu enam konten lain dianggap masuk ke dalam konten dewasa, tetapi di channelnya Kimi Hime justru membuka video tersebut untuk semua umur. Oleh karena itu Kominfo pun meminta Google selaku pemilik YouTube untuk memberlakukan pembatasan umur bagi pengaksesnya. Menurut Kominfo, itu dilakukan agar tidak sembarang umur dapat mengakses konten YouTuber yang bernama asli Kimberly Khoe itu.

"Konten YouTube seharusnya melakukan pembatasan umur, jika memang konten itu harusnya ditonton berusia dewasa atau 18 tahun ke atas. Oleh Kimi Hime, hampir seluruh kontennya dibiarkan terbuka, tidak ada batasan umurnya," lanjut Ferdinandus.

Mengadu Ke Presiden


Mengetahui sejumlah videonya dihapus, Kime langsung membuat konten video yang diunggah Rabu (24/7) lalu berisi tanggapan soal tiga konten yang diblokir oleh Kominf.

Dalam video itu, Kimi Hime menjelaskan dirinya tidak bersalah karena tidak melanggar aturan dari YouTube mau pun perundang-undangan.

"Di sini saya tidak bersalah. Di sini saya adalah korban konten yang memang tidak melanggar aturan, baik dari aturan YouTube maupun perundang-undangan. Di sini saya merasa tidak aman membuat konten, berkarya di Indonesia. Karya saya tidak dihargai. Kalau memang aturan ini harus berlaku untuk saya, kenapa ini tidak berlaku ke content creator lainnya yang memang melakukan hal yang sama dan ada banyak memang. Tapi channel saya yang dihapus. Saya gak bilang mereka salah. Mereka gak salah karena memang tidak ada di peraturan dan juga di guideline," katanya.

Di akhir video, Kimi meminta bantuan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus yang dihadapinya. "Saya meminta tolong untuk Bapak Presiden supaya membantu menyelesaikan kasus ini, supaya keadilan bisa terjadi, dan juga supaya tidak ada kasus-kasus yang kurang mengenakkan baik bagi content creator maupun komunitas YouTube di Indonesia," tutupnya.

BACA JUGA:
Cara Jitu Menghasilkan Uang Dari YouTube 
Cara Gampang Download Video YouTube Tanpa Ribet

3 Video Dihapus Menkominfo Karena Mengandung Unsur Pornografi, YouTuber Kimi Hime Mengadu Ke Presiden

Kimi mengaku dihubungi oleh pihak YouTube terkait panggilan dari Kominfo, bahwa tiga kontennya disebut melanggar. Perempuan yang juga seorang cosplayer ini lalu menyebutkan judul headline dari link berita. Isinya bahwa Kimi Hime mendapatkan sejumlah kritik dari masyarakat karena kontennya dinilai vulgar. Ia lalu membacakan kutipan lain dari link berita, yaitu, "Memang dia main PUBG. Dia sendiri main sambil berkomentar dan dia pakai baju seksi. Berdasarkan regulasi undang-undang, dia belum memenuhi unsur pornografi."

Wednesday 24 July 2019

Dalil Gugatan Yang Dianggap Tidak Mempunyai Dasar Hukum

Dalil Gugatan Yang Dianggap Tidak Mempunyai Dasar Hukum

Pada artikel sebelumnya sudah dibahas mengenai “unsur – unsur Fundamental Petendi atau Posita” serta tentang dua teori yang dijadikan acuan dalam menyusun dalil gugatan (posita), yaitu Substantierings Theorie dan Individualiserings Theorie (Individualisasi). Hal tersebut dapat dibaca dalam artikel: Memahami Lebih Detil Formulasi dan Sistematika Gugatan Yang Memenuhi Syarat Hukum

Dalam uraian ini akan diperlihatkan masalah dalil gugatan yang dianggap tidak memenuhi atau tidak memiliki landasan hukum, sebagai berikut:

1. Pembebasan Pemidanaan atas Laporan Tergugat, Tidak Dapat Dijadikan Dasar Hukum Menuntut Ganti Rugi


Seseorang (penggugat) dilaporkan oleh temannya (tergugat) melakukan tindak pidana. Berdasarkan laporan itu dilakukan proses penyidikan sampai pemeriksaan pengadilan. Ternyata pengadilan menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak, acquittal) terhadapnya. Setelah putusan itu berkekuatan hukum tetap, orang tersebut mengajukan gugatan ganti rugi kepada pelapor (tergugat).

Dalam kasus ini Mahkamah Agung menjatuhkan putusan dengan pertimbangan antara lain: Memang benar Tergugat I melaporkan penggugat melakukan tindak pidana penipuan, dan berdasarkan laporan itu, penggugat telah diperiksa sampai proses persidangan di pengadilan. Selanjutnya pengadilan telah menjatuhkan putusan yang menyatakan penggugat bebas. Akan tetapi, putusan bebas itu tidak dapat dijadikan dasar alasan menggugat ganti rugi, atas alasan di dalam negera hukum, dibenarkan melaporkan tindak pidana yang dialami atau diketahuinya, sedang masalah apakah tindak pidana yang dilaporkan memenuhi unsur delik, merupakan hak sepenuhnya dari pengadilan untuk menilainya. Dengan demikian gugatan yang diajukan dianggap tidak mempunyai dasar hukum.

Kasus yang sama dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung yang lain yang menegaskan bahwa: gugatan wanprestasi yang didasarkan atas alasan telah dilaporkan kepada polisi, tidak cukup menjadi dalil gugatan menuntut ganti rugi kepada pelapor karena setipa orang berhak mengajukan laporan kepada polisi atau kepada aparat penegak hukum.

Pendapat yang sama dikemukakan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2329 K/Pdt/1985, tanggal 18 Desember 1986 yang menegaskan: adalah hak setiap orang untuk melaporkan terjadinya tindak pidana kepada penyidik, meskipun terjadi penahanan berdasarkan laporan itu, tindakan itu dianggap sah menurut hukum, apabila penahanan itu memenuhi syarat formil dan materiil yang diatur Pasal 20 jo Pasal 21 ayat (4) Kitab Undang – Undang Hukum acara Pidana (KUHAP). Sedang mengenai pemberitaan pemeriksaan perkara di pengadilan berdasarkan laporan itu, tidak bertentangan dengan hukum, karena persidangan itu dilakukan sesuai azas terbuka untuk umum sebagaimana yang diatur pasal 153 KUHAP. Dalam hal seperti ini, wartawan bebas mempublikasikan proses persidangan.

2. Dalil Gugatan Berdasarkan Perjanjian Tidak Halal


Kasus ini berkenaan dengan perjanjian future commodity trading. Dalam kasus yang demikian, salah satu Putusan Mahkamah Agung mempertimbangkan: Perjanjian Future Commodity Trading tidak dibenarkan dalam lalu lintas perdagangan, karena sejak terjadi heboh perdagangan yang seperti itu pada Tahun 1977, Departemen Perdagangan telah mengeluarkan instruksi tanggal 18 Juli 1977 No. 03/01Ins/VI/1977, yang melarang bentuk dan cara perdagangan dimaksud. Tternyata, perjanjian account agreement yang diperbuat penggugat dan tergugat adalah pada tanggal 21 Oktober. Berarti, perjanjian itu dibuat sesudah perdagangan semacam itu dilarang, sehingga dasar kausa perjanjian tidak halal (ongeoorlofde oorzaak) berdasarkan Pasal 1337 KUHPer.

Contoh lainperjanjian tidak halal adalah milik beding, yaituperjanjian yang berisi syarat: apabila debitur melakukan wanprestasi, barang jaminan atau agunan jatuh menjadi milik kreditur. Perjanjian milik beding dengan tegas dilarang pada Pasal 12 Undang – Undang No. 4 Tahun 1996 yang berbunyi: “Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitur cedera janji, batal demi hukum”.

Berdasarkan ketentuan ini, apabila gugatan yang diajukan bertitik tolak dari dalil milik beding yang menuntut penyerahan hak pemilikkan atas tanah jaminan, gugatan tersebut dianggap tidak mempunyai dasar hukum atau dasar dalil gugatan bertitik tolak dari larangan hukum atau Undang – Undang. Hal itu ditegaskan oleh Z. Asikin Kusuma Atmadja dalam catatan terhadap Putusan Mahkamah Agung No.  3438 KPdt/1985 tanggal 9 Desember 1987, antara lain menyatakan:

“……suatu perjanjian utang piutang dengan jaminan sebidang tanah tidak dapat dengan begitu saja menjadi perbuatan hukum jual beli tanah, manakala se debitur tidak melunasi utangnya. Syarat yang dikenal dengan nama milik beding ini sudah lama tidak diperkenankan, terutama dalam suasana hukum adat.”

Teknik Merumuskan Unsur Dan Elemen Perbuatan Tindak Pidana

Teknik Merumuskan Unsur Dan Elemen Perbuatan Tindak Pidana
Jika kita melihat buku II dan III KUHP di situ dijumpai beberapa banyak rumusan perbuatan beserta sanksinya yang dimaksud untuk menunjukkan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang dan pantang dilakukan. Pada umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi, sehingga dapat dibedakan dari perbuatan-perbuatan lain yang tidak dilarang.

Pencurian misalnya, unsur-unsur pokoknya ditentukan sebagai: mengambil barang orang lain. Akan tetapi tidak setiap tindakan mengambil barang orang lain adalah pencurian, sebab ada orang yang mengambil barang orang lain untuk disimpan dan kemudian hari diserahkan kepada pemiliknya.

Untuk membedakan bahwa yang dilarang itu bukanlah setiap pengambilan barang orang lain, maka dalam Pasal 362 KUHP di samping unsur-unsur tadi, ditambah dengan elemen lain yaitu: dengan maksud untuk dimilikinya secara melawan hukum.

Jadi, rumusan pencurian dalam Pasal 362 tadi terdiri atas:
  1. Mengambil barang orang lain, dan
  2. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Begitu pula misalnya dengan penadahan (heling) Dalam Pasal 480 ke-1 dirumuskan dengan unsur-unsur:

  1. Membeli, menyewa, menukar, menggadaikan, menerima sebagai hadiah, menjual untuk dapat untung, mengganti menerima sebagai gadai, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan barang; dan
  2. Diketahui atau sepatutnya harus diduga berasal dari kejahatan.
Dalam Pasal 480 ke-2 rumusannya adalah:
  1. Menarik untung dari hasil sesuatu barang, dan
  2. Yang diketahui atau sepatutnya harus diduga berasal dari kejahatan.
Akan tetapi cara untuk mengupas perbuatan yang dilarang menjadi beberapa elemen atau unsur seperti contoh di atas, tidak selalu dapat dilakukan. Ada kalanya itu disebabkan karena pengupasan semacam itu belum mungkin, atau dianggap kurang baik pada saat membikin aturan, sehingga pengertian yang umum dari perbuatan yang dilarang saja yang dicantumkan dalam rumusan delik, sedangkan batas-batasnya pengertian tadi diserahkan pada ilmu pengetahuan dan praktik peradilan.

Contoh-contoh dari cara ini adalah Pasal 351, yaitu: penganiayaan, dan Pasal 297, yaitu: perdagangan wanita (vrouwenhandel)

Mengenai penganiayaan, dalam teori pengertian tersebut telah dikupas menjadi: menimbulkan nestapa (leed) atau rasa sakit (pijn) pada orang lain. Tetapi mengenai perdagangan wanita, batas-batas pengertiannya hingga sekarang belum ditemukan. Karena hanya ditentukan pengertian umum saja, maka cara merumuskan perbuatan pidana semacam ini, dikatakan memberi kualifikasinya perbuatan saja.

Seringkali, dalam KUHP selain dari menentukan unsur-unsurnya perbuatan yang dilarang, di situ juga diberi kualifikasinya perbuatan. Misalnya dalam Pasal 362 dan 480 tadi, disamping menentukan elemen-elemennya, juga ditentukan bahwa kualifikasinya adalah “pencurian” dan “penadahan”.

Bertalian dengan cara yang demikian ini, maka diajukan soal, apakah dalam hal yang demikian, kualifikasi harus dipandang sebagai singkatan atau kata pendek bagi perbuatan yang dirumuskan di situ, ataukah juga mempunyai arti tersendiri, lepas dari penentuan unsur-unsur, sehingga ada dua batasan untuk perbuatan yang dilarang, yaitu batasan menurut unsur-unsurnya, dan menurut pengertian yang umum (kualifikasi).

Van Hattum (hlm 119 dst) menulis bahwa menurut perkataan dalam memorie van tpelichting (MvT) tidak ada keragu-raguan, bahwa maksud pembuat undang-undang dengan mengadakan kualifikasi di samping penentuan unsur-unsur, adalah sekedar untuk memudahkan penyebutan perbuatan yang dilarang saja; jadi laksana suatu etikad untuk apa yang terkandung dalam rumusan. Akan tetapi, demikian Van Hanttum selajutnya, dalam praktik pengadilan ada tendes atau gelagat untuk memberi arti sendiri kepada kualifikasi. Misalnya dalam putusan hooge read tahun 1927 mengenai penadahan, di mana diputuskan bahwa pencuri yang menjual barang yang dicuri untuk menarik keuntungan, tidak mungkin dikenai pasal mengenai tentang penadahan, sekalipun dengan apa yang diperbuatnya itu, semua unsur-unsur ada dalam pasal 480 telah dipenuhi. Sebab pasal ini maksudnya adalah untuk mempermudah dilakukan kejahatan lain (begunstingings-misdrijf), dimana diambil sebagai dasar, bahwa perbuatan itu dilakukan oleh orang lain dari orang yang melakukan kejahatan dan dari mana barang tadi didapatnya.

Juga dalam teori hal itu menjadi persoalan. Kalau ada orang yang kecurian sesuatu barang, kemudian orang tadi pergi ke tempat loak, melihat barangnya disitu, serta membeli barang tadi kembali, apakah orang itu juga dapat dituntut karena pasal 480? Menurut pasal unsur-unsurnya, perbuatan yang masuk dalam pasal tersebut, sebab dia membeli barang yang diketahuinya berasal dari barang kejahatan. Tetapi berhubungan dengan itu ada juga yang mengatakan: bahwa orang tadi sesungguhnya tidak “membeli” barang tersebut, sebab barang sendiri, sehingga tidak mungkin dinamakan penadahan. Jadi, tidak termasuk dalam kualifikasi 480, sekalipun unsur-unsur telah dipenuhi.

Van Hattum mengatakan, bahwa jika pemberian arti tersendiri pada kualifikasi itu didasarkan atas alasan-alasan rasional, (masuk akal) ini dapat memberi manfaat dalam penggunaan hukum pidana. Sebaba pada hakikatnya penentuan unsur-unsur dalam rumusan delik hanya berlaku pada umumnya saja.

Monday 1 April 2019

Rentenir: Setan Kapitalisme di Pabrik

Rentenir Pabrik
Masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan istilah RENTENIR atau biasa juga disebut sebagai lintah darat. Dewasa ini sangat lazim kita temui iklan atau promosi “pinjaman tunai 1 jam cair” dalam bentuk brosur ataupun lewat media online. Rentenir masih menjadi pilihan masyarakat ketika membutuhkan dana segar, dan ini juga sudah membudaya dan berurat-akar dalam masyarakat Indonesia. Sungguhpun rentenir sangat merugikan masyarakat.

Banyak keluhan mengenai rentenir atau lintah darat khususnya mengenai tenggat waktu bayar dan jumlah bunga yang selangit tingginya. Meminjam uang kepada rentenir adalah sama saja dengan mengalungkan tali ke leher yang nantinya akan erat mencekik.

Kaum
buruh adalah mangsa empuk bagi lintah darat. Upah yang minim dan kebutuhan hidup yang tidak sebanding dengan besaran upah menyebabkan banyak buruh pada akhirnya dengan terpaksa menyerahkan batang lehernya kepada lintah darat. Yang lebih celaka lagi adalah tuntutan gaya hidup dan iming-iming kemudahan meminjam uang kepada rentenir setiap saat menggoda kaum buruh.

Sistem ekonomi kapitalistik yang meminggirkan kaum buruh membuat kaum buruh juga kesulitan dalam mengakses pinjaman dari bank yang sedikit lebih rasional dari segi bunga dan jangka pengembalian pinjaman.
Rentenir dalam prakteknya menerapkan bunga yang kemudian berbunga jika si peminjam gagal memenuhi kewajibannya mengembalikan cicilan pokoknya tepat waktu.

Penulis menemukan ada buruh yang akhirnya terlilit hutang hingga puluhan juta rupiah, padahal hutang pokoknya tidak sampai sepuluh juta rupiah. Si buruh harus menanggung beban cicilan tiap bulannya hingga dua kali lipat upahnya tiap bulan, sehingga untuk menutupi kekurangannya ia harus kembali meminjam uang pada rentenir lain, gali lobang-tutup lobang istilahnya. Tentunya hal ini sangat memusingkan si buruh dan membuat kehidupannya morat-marit.


Salah satu contoh kasus yang ditemui oleh penulis adalah sebagai berikut:

Sebutlah si Mawar seorang buruh garmen di Bekasi meminjam uang kepada rentenir sebesar Rp 5 juta, dikenai bunga 1% perhari dengan tempo pinjaman 20 hari. Artinya dalam kurun waktu 20 hari Mawar harus sudah melunasi:

Pokok hutang + (pokok hutang x 1%) x 20 hari = Rp 6 juta

Sayangnya, Mawar gagal memenuhi janji untuk membayar Rp 6 juta pada waktu yang telah ditentukan, sehingga dia dikenai denda tungggakan yang besarannya Rp 200 ribu/bulan. Denda ini kemudian ditambahkan ke hutang yang harus dibayar dan secara otomatis ikut dikenai bunga, inilah yang disebut bunga yang berbunga. Inilah jerat yang mencekik leher si buruh.

Di pabrik-pabrik, terutama pabrik garmen amat mudah ditemui korban-korban lintah darat. Informasi tentang lintah darat menyebar lewat brosur-brosur dan dari mulut ke mulut. Bahkan ada buruh yang menjadi lintah darat bagi sesama buruh (biasanya atasan).Yang lebih celaka lagi ada pengurus serikat buruh yang menjadi lintah darat sebagaimana hasil investigasi penulis.

Sarimin Tak Lagi Pergi ke Pasar

Sarimin Tak Lagi Pergi ke Pasar
Joko Sumantri (1978-2014)
Panas menerpa. Seakan-akan menembus atap bus kota dan memanggang seisi penumpang di dalamnya. Jika bus kota berhenti buat menanti penumpang (dan ini agak sering), maka panas terasa seperti kompor yang dinaikkan sumbunya. Orang-orang yang bolak-balik menaiki bus kota di siang hari, seperti aku yang kebagian masuk kerja di siang hari, mesti berkompromi. Agar panas di luaran tak sampai masuk ke dalam otak dan mendidihkan pikiran.
Untung tak banyak kursi terisi. Bus-bus kota mulai kehilangan penumpang semenjak banyak orang memiliki sepeda motor. Di bus kota yang saat ini kutumpangi saja tak ada setengah kursi yang terisi. Dan akibatnya begini. Penumpang yang jarang bikin bus kota tambah kerap berhenti. Berharap ada saja orang yang mau naik.
Biasanya aku sangu buku menghabiskan waktu dan kesempatan. Tapi hari ini tidak. Karena sedikit terburu-buru, novel atau kumpulan cerpen jadi tak terbawa. Melamunlah aku. Memandang kosong pada lalu-lalang orang dan kendaraan. Jalan-jalan aspal kelihatan berkilau oleh terpaan sinar matahari. Menciptakan halusinasi air. Bagai di gurun saja.
Mataku terantuk pada sosok lelaki tua yang memikul beban klenengan, bermacam benda tak lazim dan seekor monyet yang duduk di salah satu ujung pikulan. Di lehernya tergantung sebiji radiotip butut. Sebuah aki juga tergantung di pikulannya itu sehingga menambah berat beban pada pundaknya. Dia kepayahan betul. Terlihat tua dan lelah, menerjang udara menyengat.
Dia, tukang topeng monyet itu, hanyalah panorama. Orang sekelebatan melihatnya dan kemudian melupakan begitu saja. Seakan-akan lelaki tua itu tak pernah ada. Tak ada perbedaan antara jika dia hadir maupun tak hadir dalam bola mata kita. Aku pun sepertinya hendak begitu. Merasa kasihan padanya, namun rasa kasihan itu toh sekedar iba. Aku memperhatikannya karena menarik dan kontras di antara mozaik pemandangan sebuah perempatan kota yang semrawut. Tapi tak ada apa-apa setelah itu. Setelah bus kota akhirnya merasa putus asa menunggu penumpang dan lalu kabur menjajah jalan.
Tapi tidak. Bus kota memang berjalan lambat, namun ada sedikit keributan. Lelaki tua tukang topeng monyet itu ternyata naik ke bus kota yang kutumpangi. Pikulannya bikin repot dan dapat berayun mengenai kepala seseorang. Sang kenek membantu. Lelaki tua itu terlihat bingung dan lega sekaligus. Lalu dia menuju ke belakang. Ke jajaran bangku panjang yang memang lebih lowong. Dan aku sedang duduk di sana, di bagian pinggir di bibir pintu.
Rasanya sedikit menakjubkan. Lelaki tua itu baru saja memenuhi pikiran ketika melihatnya kepayahan di seberang perempatan. Kini dia benar-benar ada di sampingku. Aku tergelak sendiri. Apa ini yang disebut takdir kecil-kecilan?
Dengan sudut mataku kuperhatikan dia, juga monyetnya. Monyet itu ditaruh di pundak persis Si Buta dari Gua Hantu. Kepalanya bergerak ke sana kemari. Mungkin sedikit kebingungan atau memang karena dia seekor monyet. Tak ada monyet yang kepalanya diam saja kecuali lagi sakit.
Ketakjuban pada takdir kecil-kecilan ini membuatku terus memperhatikannya. Dia mengambil sebatang rokok sigaret yang terselip di saku baju. Lalu tangannya bergerak-gerak menjelajahi kantong celana. Mencari korek, tapi tak ada. Dia memandangku tiba-tiba dan bikin aku terkesiap.
“Ada korek, Mas?” tanyanya sambil menyentuh pundakku. Aku tergeragap. Kontan kuambil korek di tas. Cepat-cepat kuberikan pada lelaki tua itu. Asap rokok pun segera terhembus dari mulut tuanya. Asap dari rokok tanpa merek.
“Rokok, Mas?” ujar lelaki tua itu memberi tawaran sewaktu mengembalikan korek. Aku menggeleng. Kuambil sendiri rokok di tas dan menyulutnya. Jadilah ruang dalam bus kota bagaikan perapian.
Rokok yang kuhisap jelas lebih enak. Tapi ekspresi yang kulihat pada lelaki tua itu menunjukkan sebaliknya. Dia merokok seperti seminggu tak merokok sama sekali. Matanya terpejam sewaktu menghisap dalam-dalam, lalu terbuka ketika menghembuskannya. Sementara dalam beberapa hisapan, rokok dalam mulutku bagai menjelma arang. Segera saja kumatikan dan kubuang ke jalanan.
“Kenapa, Mas? Masih panjang begitu kok dibuang. Lagi banyak pikiran?” ujar lelaki tua itu lagi.

Membongkar Dan Memperbaiki Patronase Dalam Organisasi

Membongkar Dan Memperbaiki Patronase Dalam Organisasi
Hancurkan Adat dan paham tua, kita rakyat sadar… sadar

Dunia telah berganti rupa untuk kemenangan Kita...(Penggalan lagu Internasionale)

Patronase atau ketergantungan terhadap seseorang, sering menjadi topic bahasan dalam organisasi massa terutama Serikat Buruh. Patronase menjadi problem pokok dalam membangun organisasi yang demokratis. 

Patronase ini bisa dalam bentuk pengambilan keputusan, pencarian dana dan kerja-kerja teknis organisasi, seperti membuat surat, nyebarain undangan, melakukan advokasi dan sebagainya. Ketergantungan dalam Serikat buruh (baik skala tingkat pebrik, kota, wilayah atau nasional) saat ini masih cukup dominan. Ukuranya bisa dilihat dari :

Bila Organisasi mau mengambil keputusan, nunggu orang tersebut ada atau memberi fatwanya/arahan.

Bila mengerjakan sesuatu, nunggu orang tersebut. Dari rapat jaringan sampai kasus-kasus dikerjakan sama orang itu-itu juga

Sebab terjadinya patronase bisa ada 2 sebab yang saling berhubungan, yakni :

Sekali Lagi Tentang Pembentukan Dan Hegemoni Kesadaran

Pembentukan Dan Hegemoni Kesadaran
Pengantar

"Kesadaran" telah menjadi kosa kata yang sering kali mewarnai perdebatan dalam organisasi gerakan hari ini. Di forum rapat serikat buruh misalnya, terkadang kita menemukan seorang pengurus mengeluhkan masalah kurangnya kesadaran anggota tentang serikat buruh, sehingga partisipasi anggota dalam aktivitas organisasi serikat buruh menjadi sedikit sekali.

Bahkan sebagian kawan sering melimpahkan semua masalah organisasi di pundak anggota. Pendidikan tidak berjalan, alasannya anggota belum sadar. Rapat tidak berjalan, alasannya anggota belum sadar. Pengorganisiran tidak berjalan, alasan nya buruhnya belum pada sadar. Jadi semua masalah organisasi jadi kesalahan nya Pak Sadar.

Mungkin saja, ketika di lapangan kita sering keheranan, dan merasa putus-asa karena seruan seruan kita tidak didengar oleh massa yang menjadi sasaran agitasi, bahkan anggota sekalipun. Bolak-balik, kolektif kita mengadakan evaluasi atas teknik yang digunakan, isi agitasi ataupun tingkat kesadaran massa. Namun, tetap saja bertumbukan dengan tembok baja kebebalan dominasi pemikiran massa yang telah terdoktrin oleh lingkungan sosial dalam waktu yang cukup lama. Akhirnya kita mengambil kesimpulan yang keliru, bahwa memang massa berkesadaran terbelakang.

Satu yang tidak dapat dipungkiri bahwa kesadaran buruh tidak dapat dipisahkan dari cara pandang atas persoalan sosial tertentu yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Itu sebabnya kesadaran disebut sebagai Produk Sosial.

Download Perppu Ormas Terbaru DISINI

Proses Pembentukan Kesadaran


Setiap orang memiliki tolok-ukur mengenai apa yang dianggapnya baik dan sudah seharusnya ataupun buruk dan tidak seharusnya. Setiap saat, setiap detik dari hidup seorang manusia, ia membuat pilihan-pilihan yang didasarkan pada perbandingan antara berbagai hal, terutama dengan tolok ukur ini.

Ada berbagai sebutan mengenai tolok ukur ini: nilai, norma, ideologi, dsb. Namun, secara umum, tolok ukur ini dapat dirangkum menjadi satu himpunan saja, apa yang disebut cara pandang atas dunia. Cara pandang atas dunia inilah yang dipakai tiap orang untuk mengambil keputusan, dari mulai apakah dia akan ngebut di jalan, apakah dia akan membuang sampah sembarangan, apakah dia akan datang ke pertemuan dengan tepat waktu, sampai pada apakah ia akan bergabung dengan organisasi atau partai politik tertentu.

Namun tidak ada orang yang dilahirkan dengan cara pandang atas dunia dipatri ke dalam kepalanya. Bahkan, seorang bayi yang baru lahir dapat dibilang hampir buta dan tidak dapat membedakan bentuk. Itulah makanya bayi sangat senang kalau ada satu benda digoyang goyangkan di hadapannya, apakah itu kepala atau jari tangan atau mainan. Ini membantu mereka mengenali dunianya. Bahkan kita sering temukan bagaimana seorang bayi selalu berusaha memasukkan berbagai benda ke dalam mulutnya. Karena seorang bayi digerakkan oleh naluri bertahan hidup belaka, ia berusaha mengenali apa saja benda yang dapat dimakannya. Ia berusaha mengenali dunia berdasarkan kebutuhannya untuk makan.

Naluri untuk bertahan hidup inilah satu-satunya cara pandang atas dunia yang alamiah. Dan ini tidak membedakan manusia dari segala jenis hewan lainnya, yang juga digerakkan oleh naluri yang sama. Yang membedakan manusia dari dunia hewan adalah sistem sosialnya, yang mengandalkan pendidikan sebagai alat bertahan hidup. Melalui pendidikan-lah seorang bayi mendapatkan cara pandang yang lebih utuh atas dunianya.

Demikianlah seorang bayi mulai dilatih pelan-pelan untuk berpandangan bahwa penggunaan tangan kanan adalah elok sedangkan tangan kiri adalah untuk cebok; bahkan para pengguna tangan kiri mendapat sebutan lain kidal, yang mencerminkan pandangan bahwa pengguna tangan kanan itu normal sedangkan pengguna tangan kiri tidak normal. Jelas, kalau dilihat dari sudut pandang lain, ini adalah penghinaan buat mereka yang menggunakan tangan kiri.

Sistem pendidikan dalam masyarakatlah yang memaksakan pandangan ini pada seorang anak bahkan dari masa ia baru mulai mengenali dunianya. Semasa seseorang masih berada dalam tahap balita (pra-sekolah), keluargalah yang memasok kesadaran ke dalam pikirannya. Dari ayah dan ibunya ia mendapat cara pandang apa yang harus dipakainya untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.

Contoh Permohonan Intervensi Penyertaan Dalam Perkara

Intervensi Penyertaan Dalam Perkara

Contoh Permohonan Intervensi Penyertaan


Kotagajah, ……………………..2017

Kepada Yth
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Gunung Sugih
_di Gunung Sugih, Lampung Tengah

Dengan hormat, 

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: nama ………………, umur ……………, pekerjaan …………………, tempat tinggal di …………………….., dengan ini mengajukan permohonan kepada Bapak Ketua agar Pemohon dapat dipanggil dan didengar sebagai pihak di muka persidangan pada Pengadilan Negeri Gunungsugih yang akan di adakan pada hari …………………., tanggal …………….. dalam perkara Perdata Nomor ………………… antara …………………. Sebagai Penggugat melawan …………………….. sebagai tergugat, dengan alasan-asalan sebagai berikut:

Bahwa di dalam gugatan Penggugat yang mendalilkan sebagian tanah kebun cengkeh milik Penggugat yang digusur oleh Tergugat termasuk juga sebagian tanah kebuncengkeh milik Pemohon. Bersama ini dilampirkan surat ukur tanah dan sertifikat hak milik atas tanah dari Pemohon.

Bahwa penggugat mendalilkan perbuatan Tergugat memindahkan patok batas tanah milik perusahaannya ke tanah kebun cengkeh milik Pemohon termasuk juga ke tanah kebun cengkeh milik Pemohon.

Bahwa Penggugat mendalilkan perbuatan Termohon memindahkan patok batas tanah milik perusahaannya ke tanah kebun cengkeh milik Penggugat termasuk juga ke tanah kebun cengkeh milik Pemohon, merupakan perbuatan melawan hukum.

Maka berdasar pada alsan-alasan tersebut di atas, Pemohon agar Bapak Ketua berkenan menerima permohonan ini dan memutuskan sebagai hukum:

  1. Menyatakan menerima permohonan Pemohon;
  2. Menyatakan Pemohon sebagai pemilik sah atas tanah kebun cengkeh yang digusur oleh Tergugat;
  3. Menyatakan perbuatan Tergugat yang menggusur tanah kebun cengkeh milik Pemohon adalah perbuatan melawan hukum;
  4. Menghukm Tergugat untuk menghentikan penggusuran tanah milik Pemohon, bila tidak dipatuhi, dibebani dwangsom 1 (satu) juta rupiah setiap hari melakukan penggusuran.
  5. Menghukum Tergugat membayar semua biaya perkara ini.
Hormat Saya
Pemohon




(Nama Lengkap)

2 Bentuk Intervensi Perkara Di Persidangan

Mengenai Intervensi Perkara Di Persidangan

Sering terjadi bahwa pihak ketiga melakukan intervensi terhadap perbuatan yang sedang diperiksa di muka sidang pengadilan dan memang dirasakan sebagai hal yang sangat dibutuhkan. Akan tetapi hukum acara perdata tidak mengatur tentang intervensi ini. Hal tersebut diatur dalam pasal 279 -282 BRv. untuk golongan Eropa yang sekarang sudah tidak berlaku lagi. Akan tetapi, karena Majelis Hakim berperan aktif menurut hukum acara perdata Indonesia, tidak ada salahnya memperbolehkan pihak ketiga melakukan intervensi terhadap perkara yang sedang diperiksa di muka sidang pengadilan negeri apabila praktik membuktikannya.

Pihak yang mempunyai kepentingan dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di pengadilan negeri dapat ikut serta dalam perkara tersebut, yaitu dengan cara menyertai (voeging) atau menengahi (tussenkomst). Dengan cara demikian boleh ikut serta membela haknya dalam suatu perkara yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri. Jadi syaratnya harus ada kepentingan. Caranya adalah dengan menyertai salah satu pihak atau menengahi atau melawan kedua belah pihak. Apabila dia tidak ikut serta dalam perkara, kepentingannya tersebut akan dirugikan. Oleh karena itu, inisiatif ikut serta dalam perkara harus datang dari pihak ketiga yang bersangkutan.

Menyertai Salah Satu Pihak (Voeging)


Yang dimaksud dengan “menyertai salah satu pihak” adalah ikut sertanya pihak ketiga menjadi pihak dalam perkara dengan jalan menggabungkan diri dengan salah satu pihak untuk membela kepentingannya. Dengan adanya perkara, kepentingan pihak ketiga tersebut secara tidak langsung ikut disengketakan sehingga akan menimbulkan kerugian baginya. 

Untuk mengetahui adanya kepentingan pihak ketiga, perhatikan contoh di bawah ini:

“Amat pemilik sebidang kebun cengkeh di Metro, Lampung. Ia mengadakan perjanjian dengan Bidin bahwa selama Amat pergi tugas belajar tiga tahun di Yogyakarta, kebun cengkeh tersebut digarap oleh Bidin secara bagi hasil. Kemudian kebun cengkeh tersebut digusur oleh PT. Bina Bani Buni, perusahaan perkebunan semangka, Karen membuka jalan menuju ke proyek perkebunannya itu.