Sumpah Konfirmator Dan Sumpah Promisor Dalam Hukum Acara Perdata

Sunday 25 March 2018

Sumpah Konfirmator Dan Sumpah Promisor Dalam Hukum Acara Perdata

Sumpah Konfirmator Dan Sumpah Promisor Dalam Hukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata Indonesia mengatur tentang sumpah sebagai alat bukti, tetapi dari lima pasal yang mengatur tentang sumpah, tidak satu pasal pun yang merumuskan pengertian sumpah. Kamus Umum Bahasa Indonesia Poerwadarminta merumuskan sumpah sebagai pernyataan yang diucapkan dengan resmi dan dengan bersaksi kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap suci bahwa apa yang dikatakan atau dijanjikan itu benar. Fokus rumusan ini adalah unsur benar atau tidak benar dan unsur melakukan atau tidak melakukan.

Unsur pertama menghasilkan sumpah yang berisi keterangan bahwa sesuatu itu benar atau sebaliknya tidak benar. Sumpah ini disebut sumpah konfirmatoir (confirmatoir eed, confirmatory oath). Sumpah konfirmator merupakan alat bukti yang diatur dalam Hukum Acara Perdata Indonesia.

Unsur kedua menghasilkan sumpah yang berisi sesuatu janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sumpah ini disebut sumpah promisor (promissoir eed, promissory oath). Sumpah promisor bukan alat bukti, melainkan sumpah yang bersifat prosesual yang diperlukan dalam acara pemeriksaan di muka sidang pengadilan.

Baik sumpah konfirmator maupun sumpah promisor mempunyai kekuatan berdasarkan pada kepercayaan. Artinya, siapa yang telah mengucapkan sumpah masih memberikan keterangan yang tidak benar (dusta), dia akan mendapat hukuman atau kutukan dari Tuhan. Biasanya orang yang telah mengucapkan sumpah untuk meneguhkan keterangannya takut berkata tidak benar, apalagi memberikan keterangan dusta. Hukum acara perdata Indonesia mengatur tentang sumpah pelengkap / tambahan (suppletoir eed, supplemenntary oath) dan mengatur tentang sumpah pemutus / penentu (decisoir eed, decisive oath).


Baca Juga:

Penetapan Sita Jaminan 
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
Surat Pengaduan Union Busting 
Gugatan Gono Gini 
Penanganan Prioritas Mahakah Agung 
Permohonan SP2HP

Sumpah Konfirmator

Sumpah konfirmator meliputi sumpah pelengkap dan sumpah pemutus. Majelis Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan sumpah kepada salah satu pihak yang berperkara untuk melengkapi alat bukti yang sudah ada agar perkara dapat diputuskan atau agar dapat menetapkan sujumlah uang yang akan diperkenankan. Sumpah pelengkap merupakan alat bukti darurat karena tidak ada alat bukti lain yang lengkap. Supaya dapat diperintahkan bersumpah pelengkap kepada salah satu pihak, harus ada permulaan pembuktian terlebih dahulu. Karena tidak lengkap, lalu dimintakan sumpah. Dengan sumpah itu perkaranya jadi selesai. Kepada pihak mana sumpah pelengkap itu diperintahkan, terserah pada pertimbangan majelis hakim. Jika Majelis Hakim merasa kurang yakin pada pihak yang berperkara, lebih baik Majelis Hakim tidak usah menggunakan sumpah tetapi menolak saja Gugatan yang bersangkutan.

Pasal hukum acara Indonesia yang mengatur sumpah pelengkap melingkupi juga sumpah taksiran (schattings eed, appraising oath). Hal ini dapat disimpulkan dari kalimat akhir pasal tersebut, yaitu “agar dapat menetapkan sejumlah uang yang akan dipergunakan”. Biasanya yang menuntut sejumlah uang tertentu adalah
Pengugatan. Untuk menentukan apakah uang yang dituntut oleh Penggugat layak atau tidak jumlahnya, diadakan penaksiran.

Penaksiran saja dipandang belum terbukti dengan cukup meyakinkan. Kemudian Majelis Hakim memerintahkan Penggugat untuk bersumpah bahwa sejumlah uang yang ditaksir itu layak sehingga Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan.



Apabila tidak ada keterangan atau sama sekali tidak ada alat bukti lain untuk meneguhkan tuntutannya, salah satu pihak dapat meminta kepada lawannya untuk bersumpah di muka persidangan agar dengan sumpah itu perkara dapat diputuskan, asalkan sumpah itu mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang disuruh bersumpah. Jika perbuatan dilakukan oleh kedua belah pihak, pihak yang dimintakan bersumpah, tetapi tidak bersedia disumpah, dapat mengembalikan sumpah kepada lawannya, atau siapa yang menyuruh bersumpah, tetapi sumpah itu dikembalikan kepada lawannya dan dia tidak mau bersumpah, dia harus dikalahkan. Sumpah ini lazim disebut sumpah pemutus.

Akibat hukum sumpah pemutus ialah perbuatan yang dimintakan sumpah itu merupakan bukti yang menentukan. Bahkan, jika perbuatan yang dimintakan supah itu tidak benar, hal itu tidak akan menghilangkan akibat hukum dari sumpah pemutus. Dengan sumpah pemutus, perbuatan yang dimintakan sumpah menjadi pasti. Akan tetapi, jika sumpahnya itu palsu, hal tersebut menjadi wewenang jaksa untuk menuntut pihak yang bersumpah palsu berdasarkan pasal 142 KUHP. Jika pihak lawan menolak sumpah pemutus yang dimintakan kepadanya, kebalikan dari isi sumpah dianggap benar.

Sumpah pemutus bertujuan untuk memutus perkara yang sedang diperiksa. Oleh karena itu, sumpah pemutus harus bersifat litis decisoir, artinya bersifat memutus atau mengakhiri perkara. Dalam hal ini, Majelis Hakim perlu mempertimbangkan benar-benar apakah sumpah yang dimintakan itu sudah bersifat litis decisoir sehingga dengan bersumpah itu perkara menjadi selesai. Jika menurut pertimbangan Majelis Hakim sudah bersifat litis decisoir, Majelis Hakim segera memerintahkan pihak yang diminta untuk mengucapkan sumpah. Jika menurut pertimbangan Majelis hakim sumpah pemutus yang dimintakan itu tidak menyelesaikan perkara, Majelis Hakim lebih baik menolak saja tuntutan tersebut. Sumpah pemutus dapat diajukan dalam setiap saat selama berjalannya pemeriksaan perkara, bahkan di muka persidangan tingkat banding sumpah pemutus masih dapat diajukan.

Rumusan sumpah pemutus diusulkan oleh pihak yang memintakan sumpah. Apabila rumusan itu tidak memenuhi syarat Undang-undang, Ketua Majelis Hakim dapat membantu menyusun rumusan sumpah pemutus agar dapat dinyatakan litis decisoir. Rumusan sumpah pemutus dapat berbunyi sebagai berikut:

“saya bersumpah bahwa benar saya telah membayar uang pembelian barang yang disengketakan.”

Apabila yang dimintakan bersumpah tidak mau bersumpah dan mengembalikan sumpah kepada lawannya, bunyi rumusannya menjadi:

“Saya bersumpah bahwa benar saya belum menerima uang pembayaran harga barang yang disengketakan.”

Baik sumpah pelengkap maupun sumpah pemutus dijalankan oleh yang bersangkutan secara pribadi. Akan tetapi, berdasarkan alasan-alasan penting dan sah dapat dikuasakan dengan surat kuasa khusus. Di samping itu, sumpah harus dilakukan di muka persidangan, kecuali jika ada alasan yang sah untuk tidak melakukannya di muka persidangan. Sumpah harus dilakukan dihadapan lawannya. Pihak yang telah melakukan sumpah tidak boleh mengajukan bukti lain lagi tentang kebenaran apa yang dinyatakan dengan sumpah.

Sumpah Promisor


Lain dengan sumpah konfirmator, sumpah promisor tidak dimungkinkan untuk diwakilkan kepada pihak lain, tetapi harus diucapkan sendiri oleh pihak yang dimintakan keterangannya itu. Alasannya adalah sumpah sumpah promisor merupakan sumpah prosesual, artinya sebelum seseorang dimintai keterangannya di persidangan mengenai suatu peristiwa, dia harus disumpah terlebih dahulu. Keharusan ini ialah perintah undang-undang. Sumpah promisor berisi pernyataan untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak lain dari sebenarnya mengenai hal yang dimintakan keterangannya menurut pengetahuan dan pengalaman pihak yang dimintakan sumpah itu.

Sumpah promisor pada umumnya menyangkut kepercayaan atau agama yang dianut secara pribadi oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, pihak yang bersangkutan hanya mungkin mengucapkan sumpah menurut agama atau kepercayaannya. Bagi penganut islam, juru sumpah menempatkan kitab Al-Quran di atas kepala yang mengucapkan sumpah. Sumpah itu berisi kata-kata:

“Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya. Jika saya memberikan keterangan yang tidak benar, saya akan mendapat hukuman (kutukan) darii Tuhan Yang Maha Esa.”

Bagi yang beragama Kristen (Nasrani) sumpah diucapkan sambil berdiri dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah ke atas. Sumpah tersebut berisi kata-kata:
“Saya bersumpah bahwa saya akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya. Jika saya memberikan keterangan yang tidak benar, saya akan mendapat hukuman (kutukan) dari Tuhan Yang Maha Esa.”

  • Sumpah diatur dalam Pasal 155 – 158 dan 177 HIR atau Pasal 182 – 185 dan 314 RBg.
  • Pasal 155 dan 156 HIR atau Pasal 182 dan 183 RBg mengatur tentang sumpah konfirmato.
  • Pasal 155 HIR atau Pasal 182 RBg mengatur tentang sumpah pelengkap atau sumpah tambahan
  • Pasal 156 atau Pasal 183 RBg mengatur tentang sumpah pemutus atau sumpah penentu
  • Untuk sumpah promisor lihat Pasal 1930 KUHPdt Indonesia, Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBg, Pasal 158 HIR atau Pasal 185 RBg, Pasal 177 HIR atau Pasal 314 RBg.

0 komentar: